Bagaimana jika suami meminta seluruh pengeluaran rumah tangga ditanggung bersama (fifty-fifty)?
Pertanyaan: Ustadz,
sebelumnya suami pertama saya memberikan seluruh penghasilannya kepada saya,
sementara uang hasil kerja saya digunakan sebagai uang saku pribadi. Namun,
setelah menikah dengan suami dari Australia, semua pengeluaran dibagi dua. Apa
yang sebaiknya saya lakukan dalam kondisi ini secara Islam? Jazakumullahu
khairan.
Jawaban: Subhanallah. Ya, itu tadi yang ana tanyakan ke Kak Evi
berkaitan dengan bagaimana kehidupan rumah tangga di Australia. Ana dengar nafsi-nafsi
(sendiri – sendiri). Ternyata memang ada yang seperti itu, tapi ada juga yang
tidak. Buktinya, ketika menikah dengan suami pertama, sepenuhnya suami yang
memenuhi kebutuhannya, dan milik istri tetap milik istri, kecuali ada
kesepakatan tertentu.
Kesepakatan
dibuat misalnya karena istri ingin bekerja, maka sang suami mengatakan, “Kalau
begitu, sebagian hasilmu bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.” Hal ini
biasanya untuk menutup biaya tambahan seperti membayar pembantu, kebutuhan
rumah, dan sebagainya, yang seharusnya bisa ditangani istri jika tidak bekerja.
Jadi, ini mengikuti kesepakatan bersama.
Kalau kemudian
yang terjadi adalah suami membagi pengeluaran menjadi dua, seharusnya tetap
mengikuti kesepakatan. Jika suami meminta seperti itu, istri bisa menolak
dengan mengatakan, “Ini kan kewajibanmu.” Namun, jika kemudian terjadi
keributan terkait hal ini, lebih baik dilakukan ishlah. Ishlah
berarti saling mengalah demi mempertahankan rumah tangga, misalnya kebutuhan
rumah tangga ditanggung bersama, walaupun sebenarnya itu kewajiban suami.
Apakah suami
akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat jika tidak menunaikan kewajibannya?
Tentu, jika itu kewajiban dia tapi tidak dilaksanakan. Namun, jika istri
meridai pengeluaran dibagi bersama agar tidak terjadi keributan, maka tidak
menjadi masalah, selama terjadi kesepakatan antara suami dan istri.
Yang jelas,
kewajiban suami adalah memberikan nafkah secara penuh. Bagi istri yang bekerja
pun, sebenarnya suami tetap berkewajiban menafkahi secara penuh menurut
pendapat yang shahih.
Kalau ada
kesepakatan sebelum menikah, misalnya istri berkata, “Aku menikah denganmu,
tapi aku tetap ingin bekerja,” dan suami menjawab, “Oke,” maka suami tetap
wajib menafkahi secara penuh. Atau jika suami mengatakan, “Oke, kamu tetap
bekerja tapi pengeluaran dibagi fifty-fifty,” dan istri setuju, maka itu sah
dan tidak masalah. Wallahu a’lam.
Ditulis oleh
Tim Ilmiah SRB dan Lorong Faradisa.